Anggota PWI Rohul Protes Hasil Konferkab VI, Sebut Pelanggaran PD-PRT

MafiNews.com, Rohul – Pelaksanaan Konferensi Kabupaten (Konferkab) VI Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Rokan Hulu yang digelar di Sapadia Hotel pada Selasa, 5 November 2024, mendapat sorotan tajam dari sejumlah anggota PWI Rohul. Mereka menilai konferensi tersebut tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD-PRT) PWI, yang membuatnya diragukan keabsahannya.
Sejumlah anggota PWI Rohul yang mengajukan keberatan terhadap hasil Konferkab VI antara lain Engki Prima Putra, Syafri IS, Yusrizal, Ari Ezwindra, Jon Kennedi Nasution, Faisal Taher Hutasuhut, dan Syaiful Rahman. Mereka mempertanyakan keabsahan pelaksanaan konferensi tersebut, khususnya terkait tidak terpenuhinya quorum yang menjadi syarat sahnya kegiatan.
Menurut PD-PRT PWI Pasal 31 Ayat 2 dan 3, konferensi untuk pemilihan ketua di tingkat kabupaten harus dihadiri oleh minimal 50 persen plus 1 dari anggota yang memiliki hak suara. Dari total 16 anggota yang tercatat, hanya 7 orang yang hadir pada Konferkab VI, yang berarti jumlah kehadirannya tidak memenuhi ketentuan quorum yang ditetapkan. Hal ini membuat mereka mempertanyakan validitas pelaksanaan konferensi tersebut.
Tak hanya soal quorum, kritik juga diarahkan pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikeluarkan oleh PWI Riau. DPT tersebut dinilai bermasalah karena mencantumkan nama anggota yang sudah tidak bertugas di Kabupaten Rokan Hulu. Hal ini bertentangan dengan Pasal 8 Ayat 1 dan 2 PD-PRT, yang menyatakan bahwa keanggotaan PWI harus disesuaikan dengan tempat bertugas anggota tersebut.
Lebih lanjut, penunjukan carateker untuk mengisi kekosongan jabatan Ketua PWI Rohul pasca demisionernya pengurus sebelumnya juga menuai kritik. Syafri IS, yang akrab disapa Epi, mengungkapkan bahwa istilah "carateker" tidak tercantum dalam PD-PRT untuk mengisi kekosongan jabatan di tingkat kabupaten/kota.
“Dalam Pasal 16 Ayat 6 PD-PRT, disebutkan bahwa jika terjadi kekosongan jabatan ketua di tingkat kabupaten, harus ada rapat pleno yang dihadiri pengurus provinsi untuk menetapkan Pelaksana Tugas (Plt), bukan menunjuk carateker,” ujar Epi, yang juga menyatakan bahwa istilah "carateker" hanya berlaku pada konferensi tingkat provinsi.
Epi mengingatkan bahwa jika istilah carateker diterapkan di tingkat kabupaten, maka hal itu harus mengikuti prosedur yang diatur dalam Pasal 14 Ayat 5, yang hanya memperbolehkan penunjukan carateker jika konferensi gagal atau ditunda lebih dari dua jam. Namun, dalam Konferkab VI PWI Rohul, konferensi tetap berlangsung meski dengan kehadiran yang jauh di bawah quorum yang diperlukan.
Dengan adanya protes tersebut, para anggota yang menolak hasil konferensi menyatakan kekhawatiran mereka terhadap sahnya kepengurusan yang terpilih. Mereka berpendapat bahwa yang seharusnya dilakukan adalah konferensi luar biasa (KLB), bukan konferensi biasa seperti yang telah dilaksanakan.
“Kritik kami bukan untuk mencari jabatan, tetapi untuk memastikan agar setiap langkah organisasi tetap berpedoman pada PD-PRT yang sudah disepakati bersama. Kami ingin memastikan bahwa Konferkab VI berjalan sesuai dengan aturan yang ada,” tegas mereka.
Anggota PWI Rohul yang menolak hasil konferensi juga meminta agar PWI Riau dan PWI Pusat meninjau kembali proses dan hasil Konferkab VI PWI Rohul 2024. Mereka berharap agar Dewan Kehormatan (DK) PWI Riau dan Ketua Umum PWI Pusat dapat mengevaluasi ulang dan memastikan bahwa aturan PD-PRT yang telah disepakati dalam Kongres PWI di Bandung diterapkan dengan benar.
“Kami siap menerima apapun hasilnya, asalkan prosesnya sesuai dengan kaidah yang tertuang dalam PD-PRT PWI,” tutup mereka. (***)
Tulis Komentar